Pengertian
dan Analisa Penalaran DEDUKTIF
Penalaran
Deduktif
Penalaran adalah proses berpikir yang
bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk
proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang
diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan
dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya
disebut dengankonklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi.
Penalaran deduktif menggunakan bentuk
benalar deduksi. Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti
proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum atau
universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih
umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke
singular atau individual.
Sedangkan Penalaran Deduktif itu sendiri adalah cara berpikir dengan
berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan
tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan
dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat
dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu
konsep baru, melainkan pernyataan atau kesimpulan yang muncul sebagai
konsistensi premis-premisnya.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang
berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau
diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis,
definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang
gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan
demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata
kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran deduktif menarik kesimpulan
khusus dari premis yang lebih umum. jika premis benar dan cara penarikan
kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya benar. penalaran
deduktif erat dengan matematika khususnya matematika logika dan teori himpunan
dan bilangan. contoh penalaran deduktif adalah :
- semua hewan punya mata
- kucing termasuk hewan
- kucing punya mata
Penalaran Deduktif, yaitu adalah cara
berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan.
Macam-Macam Silogisme di dalam Penalaran
Deduktif:
Di dalam penalaran deduktif terdapat
entimen dan 3 macam silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis
dan silogisme alternative
1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan
klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung
predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang
mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Silogisme kategorial terjadi dari tiga
proposisi, yaitu:
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis khusus : Premis Minor (Mn)
Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan
predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut
term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial
sebagai berikut:
1) Silogisme harus terdiri atas tiga term
yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2) Silogisme terdiri atas tiga proposisi
yaitu premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan.
3) Dua premis yang negatif tidak dapat
menghasilkan simpulan.
4) Bila salah satu premisnya negatif,
simpulan pasti negatif.
5) Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
6) Dari dua premis yang khusus tidak dapat
ditarik satu simpulan.
7) Bila premisnya khusus, simpulan akan
bersifat khusus.
8 ) Dari premis mayor khusus dan premis
minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Saya adalah mahasiswa
K
: Saya lulusan SLTA
My
: Semua siswa SLTA memiliki ijazah SLTP
Mn
: Andi tidak memiliki ijazah SLTP
K
: Andi bukan siswa SLTA
2. Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor
yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila premis
minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila
minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada makanan, manusia akan
kelaparan.
Mn : Makanan tidak ada.
K : Jadi, Manusia akan Kelaparan.
My
: Jika hujan, saya naik mobil
Mn
: Sekarang hujan
K
: Jadi, saya naik mobil
3. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor
berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis
minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak
alternatif yang lain.
Contoh
My : Kakak saya berada di Bandung atau
Jakarta.
Mn : Kakak saya berada di Bandung.
K : Jadi, Kakak saya tidak berada di
Jakarta.
My
: la lulus atau tidak lulus.
Mn
: Ternyata ia lulus.
K
: Jadi, ia bukan tidak lulus.
4. Entimen
Merupakan silogisme yang salah satu
proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut dianggap ada dalam pikiran
dan dianggap oleh orang lain. Entimen pada dasarnya adalah silogisme.
Silogisme ini jarang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya
premis minor dan simpulan.
Contoh:
– Dia menerima hadiah pertama karena dia
telah menang dalam sayembara itu.
– Anda telah memenangkan sayembara ini,
karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
My
: Manusia mahluk rasional.
Mn
: Ayam bukan manusia.
K
: Ayam tidak rasional.
My
: Setiap manusia pernah lupa.
Mn
: Mahasiswa adalah manusia.
K
: Mahasiswa pernah lupa.
Dalam prakteknya, antara berangkat dari
teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak
terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan
fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru
Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah,
penalaran tersebut dapat digunakan dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian
ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Sumber :